Perang Dunia Ke 3
INSTABILITAS POLITIK DAN EKONOMI GLOBAL
Konflik di Timur Tengah tidak hanya berdampak pada kawasan tersebut, tetapi juga menciptakan ketidakstabilan politik dan ekonomi global. Sebagai wilayah strategis dalam perdagangan minyak dunia, konflik yang terus berlarut-larut dapat mengguncang ekonomi global dan menciptakan ketegangan antar negara. Dalam kondisi seperti ini, perang besar bisa menjadi kenyataan jika ketegangan ekonomi dan politik tidak segera diredam.
PERAN ORGANISASI TERORIS
Kelompok-kelompok teroris seperti ISIS dan Al-Qaeda masih menjadi ancaman signifikan di Timur Tengah. Meskipun beberapa dari kelompok ini telah dilemahkan, ancaman mereka masih ada, terutama dalam menciptakan instabilitas di kawasan. Jika kelompok teroris kembali menguat dan melancarkan serangan berskala besar, ini dapat memicu intervensi militer global yang lebih besar. Dalam situasi ini, keterlibatan banyak negara dapat memperbesar risiko konflik meluas.
PERSETERUAN SEKERETARIAN DAN AGAMA
Konflik di Timur Tengah sering kali dipicu oleh perseteruan sektarian antara kelompok Sunni dan Syiah. Negara-negara seperti Arab Saudi dan Iran, yang mewakili dua kutub sekte ini, sering kali terlibat dalam perang proxy di berbagai wilayah, seperti Yaman dan Suriah. Perseteruan ini tidak hanya terbatas di Timur Tengah, tetapi juga dapat meluas ke negara-negara lain dengan populasi Muslim yang besar. Jika konflik ini tidak diredam, ada potensi besar terjadi eskalasi yang melibatkan negara-negara lain.
Trump Ungkap AS 'Hemat' Bantuan Ke Ukraina
Di Perang Salin ke-3, Saladin menghadapi pasukan-pasukan Tentara Salib Kristen dalam perjuangannya mempertahankan Jerusalem. Pemimpin muslim ini juga konsisten melawan kekuasaan Kristen di wilayah Timur Tengah.
Pada masa kepemimpinannya, Saladin berhadapan dengan beberapa komandan Tentara Salib yang terkenal. Dari banyak literatur, berikut ini musuh-musuh yang dihadapi Saladin:
Raja Guy de Lusignan: Raja Guy adalah seorang pemimpin Tentara Salib Kristen selama Perang Salib ke-3. Merupakan bangsawan dari Prancis yang ditunjuk menjadi Raja di Jerusalem oleh pihak Kristen Barat.
Guy de Lusignanlah, yang pada akhirnya menjadi musuh bagi Saladin di Pertempuran Hattin pada tahun 1187. Pada pertempuran Hattin, Saladin merebut kemenangan gilang gemilang.
Raja Richard I: Raja Richard I merupakan Raja dari Inggris yang secara khusus melakukan perjalanan ke Timur Tengah. Raja Inggris ini lebih dikenal senagai Richard Si Hati Singa.
Richard I meninggalkan Inggris dan sengaja menjadi pemimpin pasukan Kristen Barat. Dia merupakan pimpinan militer terkemuka dalam Perang Salib Ketiga.
Dalam Perang Salib ke-3, Richard terlibat dalam beberapa pertempuran melawan Saladin dan tentara muslimnya. Salah satunya adalah pada Pertempuran Arsuf tahun 1191 yang terkenal.
Saladin dan Richard pada akhirnya mencapai kesepakatan damai yang dikenal sebagai Perjanjian Jaffa. Sejak itu, Richard pulang ke Inggris.Friedrich Barbarossa: Friedrich Barbarossa, adalah Kaisar Romawi Suci. Dia menjadi pemimpin pasukan Jerman dalam Perang Salib Ketiga. Namun, ia meninggal secara mendadak pada tahun 1190 sebelum menghadapi Saladin secara langsung.Selain nama-nama tersebut, Saladin juga diketahui berhadapan dengan berbagai komandan dan pasukan Tentara Salib. Lawan Saladin berasal daru Prancis, Italia, Spanyol, dan negara-negara lainnya yang berpartisipasi dalam Perang Salib.Pertempuran-pertempuran dan konfrontasi militer antara pasukan Saladin dan Tentara Salib merupakan bagian integral dari konflik Perang Salib. Perang itu berlangsung dalam banyak dekade.
Jakarta, CNBC Indonesia - CEO JPMorgan Jamie Dimon mengatakan bahwa dunia telah memasuki fase awal dari Perang Dunia 3 (PD 3). Hal ini dipaparkannya dalam pidatonya baru-baru ini di Institut Keuangan Internasional, Selasa (29/10/2024).
Dilansir Newsweek, Dimon menjelaskan konflik yang terjadi di Ukraina dan Timur Tengah saat ini telah memicu PD3. Dimon sebelumnya menyebut Rusia, Korea Utara, dan Iran sebagai 'poros jahat' yang, bersama China, akan merugikan lembaga seperti NATO.
"Dan mereka berbicara tentang melakukannya sekarang. Mereka tidak berbicara tentang menunggu 20 tahun. Jadi, risiko ini luar biasa jika Anda membaca sejarah," ungkapnya.
"PD 3 telah dimulai. Pertempuran di lapangan telah dikoordinasikan di banyak negara."
Diketahui, saat ini ketegangan antara dua kekuatan nuklir dunia, Rusia dan Amerika Serikat, terus memanas akibat perang Ukraina. Washington dan sekutunya di Eropa memberikan sokongan persenjataan bagi Kyiv, serta sanksi ekonomi bagi Moskow untuk menjatuhkan kondisi keuangannya.
Kondisi ini kemudian telah membangkitkan retorika nuklir dua negara. Sejumlah pejabat Rusia dan propagandis yang dekat dengan Kremlin telah berulang kali melontarkan ancaman serangan nuklir dari negara itu terhadap Barat.
Ancaman juga timbul di Timur Tengah pasca pecahnya perang Israel dan milisi Palestina, Hamas, pada 7 Oktober 2023 lalu. Perang tersebut sejauh ini telah meluas ke Lebanon dan sudah melibatkan Iran, salah satu kekuatan regional di Timur Tengah, untuk ikut memerangi Israel.
Selain di kedua wilayah itu, ketegangan juga terjadi di wilayah Asia, dengan Taiwan serta sengketa di Laut China Selatan dan Laut China Timur telah menyeret China dalam eskalasi di wilayah ini. Beijing berulang kali menegaskan klaim teritorialnya atas Taiwan dan sejumlah pulau di kedua perairan itu, namun klaim ini mendapatkan tantangan dari Washington.
Dengan adanya situasi ini, Dimon kemudian menyebutkan Amerika Serikat perlu menghindari bersikap naif dan membiarkan peristiwa global yang lebih besar terjadi tanpa intervensi apa pun.
"Yang harus kita pikirkan adalah kita tidak boleh mengambil risiko bahwa masalah ini akan selesai dengan sendirinya. Kita harus memastikan bahwa kita terlibat dalam melakukan hal yang benar untuk menyelesaikannya dengan benar," tambahnya.
Namun, pemimpin perbankan itu mengatakan ada kemungkinan ancaman PD 3 dapat berkurang seiring berjalannya waktu. Akan tetapi, ia mengingatkan kembali implikasinya bisa mengerikan jika keadaan terus berlanjut seperti sekarang.
"Saya berbicara tentang risiko bagi kita jika keadaan menjadi buruk. Kita menjalankan skenario yang akan mengejutkan Anda. Saya bahkan tidak ingin menyebutkannya."
Pernyataan Dimon pun kemudian ditanggapi profesor ilmu politik di Ohio State University, Paul Beck. Beck mengatakan ada beberapa hal yang benar dalam klaim Dimon, meskipun ia tidak mengakui bahwa PD3 tidak dapat dihindari.
Setelah berakhirnya Perang Dingin pada tahun 1991, terdapat perdamaian relatif antara Amerika Serikat dan Rusia. Namun Beck kembali menegaskan bahwa keadaan bisa saja berubah.
"Sekarang keadaan tampaknya memanas lagi dengan Rusia atas Ukraina dan upaya Rusia untuk memengaruhi pemilihan umum Amerika," kata Beck kepada Newsweek.
"Dan tentu saja ada 'perang dingin' yang terus berlanjut dengan Iran, yang sedang memanas karena Israel, dan ancaman Cina terhadap Taiwan. Mungkin ini adalah awal dari PD 3 meskipun saya belum siap untuk mengakui tonggak sejarah itu."
Saksikan video di bawah ini:
KEMUNGKINAN KETERLIBATAN MILITER NUKLIR
Salah satu faktor paling mengkhawatirkan yang dapat memicu Perang Dunia ke-3 adalah keterlibatan negara-negara dengan kekuatan militer nuklir dalam konflik di Timur Tengah. Iran, sebagai salah satu negara di kawasan tersebut, memiliki program nuklir yang kontroversial. Jika negara-negara besar seperti Amerika Serikat atau Israel melihat Iran sebagai ancaman langsung, tindakan militer untuk mencegah perkembangan nuklir bisa memicu reaksi berantai yang berujung pada eskalasi global.
Potensi konflik di Timur Tengah untuk memicu Perang Dunia ke-3 bukanlah sesuatu yang dapat diabaikan. Dengan kompleksitas geopolitik, kepentingan ekonomi, dan perseteruan sektarian, wilayah ini selalu berada di pusat perhatian internasional. Untuk mencegah eskalasi lebih lanjut, dibutuhkan diplomasi yang efektif serta keterlibatan komunitas internasional untuk menciptakan solusi damai yang berkelanjutan. Hanya dengan cara ini kita bisa menghindari risiko konflik global yang lebih besar.
All Channels MARKET NEWS ENTREPRENEUR SHARIA TECH LIFESTYLE OPINI MY MONEY CUAP CUAP CUAN RESEARCH
All Article Types Artikel Foto Video Infografis
Jakarta, CNBC Indonesia - Perang antara Rusia dan Ukraina telah memasuki babak baru yang semakin mengkhawatirkan. Bahkan ada seruan tentang terjadinya Perang Dunia 3 dalam waktu dekat.
Ketegangan ini tidak hanya melibatkan dua negara tersebut tapi juga NATO. Menteri Luar Negeri Jerman Annalena Baerbock mengungkapkan opsi terkait pengiriman pasukan ke Ukraina.
Hal ini terjadi saat Kyiv masih terus berperang dengan Rusia dan mendapatkan tekanan dari pasukan Moskow di Front Timur.
Dalam sebuah pertemuan diplomat tinggi NATO pada Selasa, (3/12/2024), Baerbock menyatakan bahwa Berlin terbuka terhadap gagasan untuk mengirim pasukan penjaga perdamaian ke Ukraina. Meski begitu, ia menyebut tentara Jerman hanya dapat dikerahkan jika ada gencatan senjata yang nyata.
"Pihak Jerman akan mendukung segala hal yang mendukung perdamaian di masa mendatang," katanya, dikutip Russia Today.
Jerman sendiri merupakan anggota NATO kedua terbesar dari segi pembelanjaan militer, yang mencapai US$ 97,7 miliar atau setara Rp 1.549 triliun pada 2024. Negeri Rhein ini juga merupakan salah satu penyokong Kyiv paling kuat dalam perang melawan Rusia di wilayah Donbass dan Krimea.
Pernyataan ini muncul di tengah laporan media yang menunjukkan bahwa Prancis dan Inggris telah mempertimbangkan untuk mengerahkan pasukan mereka ke Ukraina sebagai pasukan penjaga perdamaian. Baik London dan Paris menyebut niatnya adalah untuk menjaga gencatan senjata jika Rusia dan Ukraina benar-benar bernegosiasi.
Pernyataan Baerbock pun kemudian memicu spekulasi luas tentang bagaimana tepatnya pengerahan semacam itu dapat terwujud. Hal ini pun membuat Kanselir Jerman Olaf Scholz bereaksi.
Di depan parlemen, Scholz memperingatkan agar tidak menarik kesimpulan apa pun dari pernyataan Baerbock. Ia bersikeras bahwa Baerbock sengaja mengatakan kemungkinan ini dengan istilah yang sangat samar di dalam forum NATO.
"Dia ditanya apa yang mungkin terjadi dalam fase perdamaian, dan sebenarnya dia mencoba menjawabnya tanpa mengatakan ya atau tidak. Karena sangat tidak tepat untuk berspekulasi sekarang tentang apa yang akan terjadi nanti jika terjadi gencatan senjata yang dinegosiasikan," kata Scholz kepada parlemen.
Scholz kemudian mengesampingkan kemungkinan pengiriman pasukan ke Ukraina sebelum gencatan senjata abadi antara Moskow dan Kyiv ditetapkan.
"Kami sepakat dengan menteri pertahanan dan menteri luar negeri bahwa kami harus melakukan segalanya untuk memastikan bahwa perang ini tidak menjadi perang antara Rusia dan NATO. Dan itulah mengapa mengirim pasukan darat tidak mungkin bagi saya dalam situasi perang ini," jelasnya.
Sementara itu, seorang pejabat tinggi NATO, yang tidak menyebut nama, menjelaskan kepada Radio Free Europe bahwa tujuan sebenarnya dari potensi pengerahan tersebut adalah untuk memastikan bahwa anggota NATO Eropa akan membantu Ukraina setelah Presiden terpilih AS Donald Trump menjabat pada bulan Januari.
Di sisi lain, Badan Intelijen Luar Negeri Rusia telah melaporkan bahwa negara-negara Barat sedang mempertimbangkan untuk mengirim sebanyak 100.000 personil yang disebut pasukan penjaga perdamaian ke Ukraina.
"Kekuatan yang cukup besar itu pada dasarnya akan menjadi pendudukan dan hanya akan berfungsi untuk memberi waktu bagi Kiev untuk membangun kembali kekuatan militernya sebelum memperbarui permusuhan dengan Moskow," tutur peringatan itu.
Saksikan video di bawah ini:
DUKUNGAN DARI BLOK-BLOK INTERNASIONAL
Sistem aliansi internasional juga memainkan peran penting dalam kemungkinan terjadinya Perang Dunia ke-3. Negara-negara di Timur Tengah memiliki aliansi dengan kekuatan besar dunia. Sebagai contoh, Israel didukung oleh Amerika Serikat, sementara Iran memiliki hubungan erat dengan Rusia. Jika konflik antara negara-negara Timur Tengah mencapai titik kritis, blok-blok internasional ini bisa saling berhadapan secara langsung, memperbesar potensi perang global.
Faktor-Faktor Pemicu Perang Dunia Ke-3
Perang Dunia ke 3 jadi Tanda Akhir Zaman?
Menurut Buya Yahya, perang bisa terjadi kapan saja, tapi tidak lantas dijadikan sebagai tanda kiamat atau Al Marhalah Al Kubro. Tidak semua tanda kiamat akan dialami oleh manusia. Tugas manusia hanyalah meyakini datangnya hari kiamat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jangan menghubungkan kejadian hari ini dengan ayat. Kalau menduga, mungkin iya tapi jangan dipastikan 'oh itu ayat ini-ini'. Mengilmiah-ilmiahkan, menghubung-hubungkan tapi kita bukan ahlinya itu bermasalah," kata Buya Yahya dalam You Tube Buya Yahya.
Buya Yahya mengatakan, tidak semua bisa dihubungkan dengan hari kiamat. Ada beberapa tanda kiamat besar lainnya yang akan terjadi di antaranya keluarnya dajjal, keluarnya ya'juj wa ma'juj, hadirnya imam mahdi, hilangnya mushaf Al-quran, penghancuran ka'bah, munculnya dabbah yaitu binatang yang bisa berbicara, terbitnya matahari dari barat, keluarnya dukhan, terjadinya tiga gerhana, dan keluarnya api dari Yaman yang menggiring manusia ke Syam.
Al Malhamah Al Kubro merupakan perang antara Al-Mahdi dan Eropa Romawi yang melibatkan 960.000 pasukan. Menurut buku Ensiklopedia Kiamat oleh Tim GIP, dalam perang ini, kaum muslimin akan meraih kemenangan dan bergerak ke konstantinopel untuk merebutnya. Perang akhir zaman ini terjadi sebelum munculnya dajjal.
Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda:
عُمْرَانُ بَيْتِ الْمَقْدِسِ خَرَابُ يَثْرِبَ وَخَرَابُ يَثْرِبَ خُرُوجُ الْمَلْحَمَةِ وَخُرُوجُ الْمَلْحَمَةِ فَتْحُ قُسْطَنْطِينِيَّةَ وَفَتْحُ الْقُسْطَنْطِينِيَّةِ خُرُوجُ الدَّجَّالِ ثُمَّ ضَرَبَ بِيَدِهِ عَلَى فَخِذِ الَّذِي حَدَّثَهُ أَوْ مَنْكِبِهِ ثُمَّ قَالَ إِنَّ هَذَا لَحَقٌّ كَمَا أَنَّكَ هَاهُنَا أَوْ كَمَا أَنَّكَ قَاعِدٌ يَعْنِي مُعَاذَ بْنَ جَبَل
"Ramainya Baitul Maqdis adalah tanda kehancuran kota Madinah, hancurnya kota Madinah adalah tanda terjadinya peperangan besar, terjadinya peperangan besar adalah tanda dari pembukaan kota Konstantinopel, dan pembukaan kota Konstantinopel adalah tanda keluarnya Dajjal." Kemudian beliau menepuk-nepuk paha orang yang beliau ceritakan tentang hadits tersebut, atau dalam riwayat lain, 'pundaknya.' Kemudian bersabda, "Semua ini adalah sesuatu yang benar, sebagaimana engkau -Mu'adz bin Jabal- sekarang berada di sini adalah sesuatu yang benar. (HR. Abu Daud)
Menurut buku Kemunculan Dajjal & Imam Mahdi Semakin Dekat oleh Ust Khalilurrahman El-Mahfani, dalam peperangan ini, kedua belah pihak tidak lagi menggunakan senjata canggih, namun hanya pedang, tombak, dan senjata sebagai mana yang digunakan pada abad pertengahan. Disebutkan bahwa perang dipimpin langsung oleh Imam Mahdi, sementara aliansi bangsa Eropa dipimpin oleh seorang panglima andalan mereka yang didukung oleh kaki tangan dajjal.
Sebuah hadits riwayat muslim mengatakan, Al Malhamah Al Kubra kan terjadi selama 4 hari (babak) berturut-turut. 1/3 kaum muslimin melarikan diri dari pertempuran, 1/3 lagi mati syahid, dan 1/3 sisanya mendapatkan kemenangan.
Saat perang itu meletus, kekuatan legim kaum muslimin berpusat di Damaskus, di sebuah tempat bernama al-Ghauthah. Ketika itu, mereka adalah pasukan terbaik di muka bumi. Allah memenangkan mereka atas bangsa Romawi.
Jumlah korban yang berjatuhan akibat pertempuran ini begitu besar. Dalam satu sumber, perbandingan sekitar 5 juta: 100. Angka ini berbeda-beda antara satu sumber dan lainnya.
Sehingga, dapat disimpulkan bahwa perang dunia ketiga tidak bisa dikatakan sebagai tanda-tanda kiamat. Tugas umat muslim adalah meyakini datangnya hari kiamat dan tidak mengaitkan satu kejadian dengan hari akhir tersebut.
Halo Sahabat Minjend!
Pernahkah Sahabat Minjend mendengar tentang kemungkinan terjadinya Perang Dunia Ke-3? Topik ini sering menjadi perbincangan hangat di berbagai media dan forum internasional. Yuk, kita bahas lebih dalam tentang apa itu Perang Dunia Ke-3, faktor-faktor yang bisa memicunya, dan bagaimana kita bisa mempersiapkan diri.
Kemungkinan Perang Dunia Ke-3 Segera Dimulai
Beberapa ahli dan pengamat internasional telah memperingatkan bahwa Perang Dunia Ke-3 bisa terjadi lebih cepat dari yang kita bayangkan. Berikut beberapa tanda yang mengkhawatirkan:
PEREBUTAN SUMBER DAYA ALAM
Timur Tengah dikenal sebagai salah satu wilayah penghasil minyak terbesar di dunia. Sumber daya ini merupakan tulang punggung ekonomi global, terutama bagi negara-negara industri besar. Ketegangan yang terjadi di kawasan ini sering kali disebabkan oleh perebutan akses dan kontrol terhadap minyak. Jika konflik semakin meluas dan mengganggu pasokan energi global, negara-negara besar seperti Amerika Serikat, Rusia, dan Tiongkok mungkin terlibat secara langsung, yang berpotensi meningkatkan ketegangan internasional.